Kamis, 17 Desember 2015

Arung Matoa Wajo




Kerajaan Wajo
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Wajo

    1399–1957     →


Bendera
Ibu kota     Wajo
Bahasa     Bugis
Agama     Islam
Bentuk Pemerintahan     Kerajaan
Sejarah    
 -      Didirikan     1399
 -      Dibubarkan     1957

Kerajaan Wajo adalah sebuah kerajaan yang didirikan sekitar tahun 1399, di wilayah yang menjadi Kabupaten Wajo saat ini di Sulawesi Selatan. Penguasanya disebut "Raja Wajo". Wajo adalah kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yaitu Cinnotabi.

Ada tradisi lisan yakni pau-pau rikadong dianggap sebagai kisah terbentuknya [[Wajo]]. yaitu putri dari Luwu, We Tadampali yang mengidap sakit kulit kemudian diasingkan dan terdampar di Tosora. Selanjutnya dia bertemu dengan putra Arumpone Bone yang sedang berburu. Akhirnya mereka menikah dan membentuk dinasti di Wajo. Ada juga tradisi lisan lain yaitu kisah La Banra, seorang pangeran Soppeng yang merantau ke Sajoanging dan membuka tanah di Cinnotabi.

Daftar isi

    1 Sejarah Awal
    2 Wajo sebagai Kerajaan
    3 Struktur Kerajaan Wajo
    4 Penguasa Kerajaan Wajo
    5 Referensi

Sejarah Awal

Sejarah Wajo berbeda dengan sejarah kerajaan lain yang umumnya memulai kerajaannya dengan kedatangan To Manurung. Sejarah awal Wajo menurut Lontara Sukkuna Wajo dimulai dengan pembentukan komunitas dipinggir Danau Lampulung. Disebutkan bahwa orang-orang dari berbagai daerah, utara, selatan, timur dan barat, berkumpul dipinggir Danau Lampulung. Mereka dipimpin oleh seseorang yang tidak diketahui namanya yang digelari dengan Puangnge Ri Lampulung. Puang ri Lampulung dikenal sebagai orang yang bijak, mengetahui tanda-tanda alam dan tatacara bertani yang baik. Adapun penamaan danau Lampulung dari kata sipulung yang berarti berkumpul.

Komunitas Lampulung terus berkembang dan memperluas wilayahnya hingga ke Saebawi. Setelah Puang ri Lampulung meninggal, komunitas ini cair. Hingga tiba seseorang yang memiliki kemampuan sama dengannya, yaitu Puang ri Timpengeng di Boli. Komunitas ini kemudian hijrah dan berkumpul di Boli. Komunitas Boli terus berkembang hingga meninggalnya Puang ri Timpengeng.

Setelah itu, putra mahkota kedatuan Cina dan kerajaan Mampu, yaitu La Paukke datang dan mendirikan kerajaan Cinnotabi. Adapun urutan Arung Cinnotabi yaitu, La Paukke Arung Cinnotabi I yang diganti oleh anaknya We Panangngareng Arung Cinnotabi II. We Tenrisui, putrinya menjadi Arung Cinnotabi III yang diganti oleh putranya La Patiroi sebagai Arung Cinnotabi IV. Sepeninggal La Patiroi, Adat Cinnotabi mengangkat La Tenribali dan La Tenritippe sekaligus sebagai Arung Cinnotabi V. Setelah itu, Akkarungeng (kerajaan) Cinnotabi bubar. Warga dan adatnya berkumpul di Boli dan membentuk komunitas baru lagi yang disebut Lipu Tellu KajuruE.

La Tenritau menguasai wilayah majauleng, La Tenripekka menguasai wilayah sabbamparu dan La Matareng menguasai wilayah takkalalla. Ketiganya adalah sepupu satu kali La Tenribali. La Tenribali sendiri setelah kekosongan Cinnotabi membentuk kerajaan baru disebut Akkarungeng ri Penrang dan menjadi Arung Penrang pertama. Ketiga sepupunya kemudian meminta La Tenribali agar bersedia menjadi raja mereka. Melalui perjanjian Assijancingeng ri Majauleng maka dibentuklah kerajaan Wajo. La Tenribali diangkat sebagai raja pertama bergelar Batara Wajo. Ketiga sepupunya bergelar Paddanreng yang menguasai wilayah distrik yang disebut Limpo. La Tenritau menjadi Paddanreng ri Majauleng, yang kemudian berubah menjadi Paddanreng Bettempola pertama. La Tenripekka menjadi Paddanreng Sabbamparu yang kemudian menjadi Paddanreng Talotenreng. Terakhir La Matareng menjadi Paddanreng ri Takkallala menjadi Paddanreng Tuwa.
Wajo sebagai Kerajaan

Wajo mengalami perubahan struktural pasca Perjanjian Lapadeppa yang berisi tentang pengakuan hak-hak kemerdekaan orang Wajo. Posisi Batara Wajo yang bersifat monarki absolut diganti menjadi Arung Matowa yang bersifat monarki konstitusional. Masa keemasan Wajo adalah pada pemerintahan La Tadampare Puangrimaggalatung. Wajo menjadi anggota persekutuan Tellumpoccoe sebagai saudara tengah bersama Bone sebagai saudara tua dan Soppeng sebagai saudara bungsu.

Wajo memeluk Islam secara resmi pada tahun 1610 pada pemerintahan La Sangkuru patau mulajaji sultan Abdurahman dan Dato Sulaiman menjadi Qadhi pertama Wajo. Setelah Dato Sulaiman kembali ke Luwu melanjutkan dakwah yang telah dilakukan sebelumnya, Dato ri Tiro melanjutkan tugas Dato Sulaiman. Setelah selesai Dato ri Tiro ke Bulukumba dan meninggal di sana. Wajo terlibat Perang Makassar (1660-1669) disebabkan karena persoalan geopolitik di dataran tengah Sulawesi yang tidak stabil dan posisi Arung Matowa La Tenrilai To Sengngeng sebagai menantu Sultan Hasanuddin. Kekalahan Gowa tidak menyebabkan La Tenrilai rela untuk menandatangani perjanjian Bungaya, sehingga Wajo diserang oleh pasukan gabungan setelah terlebih dahulu Lamuru yang juga berpihak ke Sultan Hasanuddin juga diserang. Kekalahan Wajo menyebabkan banyak masyarakatnya pergi meninggalkan Wajo dan membangun komunitas sosial ekonomi di daerah rantauannya. La Mohang Daeng Mangkona salah satu panglima perang Wajo yang tidak terima kekalahan merantau ke Kutai dan membuka lahan yang kini dikenal sebagai Samarinda.

Pada pemerintahan La Salewangeng to tenrirua Arung Matowa ke 30, ia membangun Wajo pada sisi ekonomi dan militer dengan cara membentuk koperasi dan melakukan pembelian senjata serta melakukan pelatihan penggunaan senjata. La Maddukkelleng kemenakan La Salewangeng menjadi Arung Matowa 31 dilantik di saat perang. Pada zamannya ia memajukan posisi wajo secara sosial politik di antara kerajaan-kerajaan di sulsel. La Koro Arung Padali, memodernisasi struktur kerajaan Wajo dengan membentuk jabatan militer Jenerala (Jendral), Koronele (Kolonel), Manynyoro (Mayor), dan Kapiteng (Kapten). Dia juga menandatangani Large Veklaring sebagai pembaruan dari perjanjian Bungaya.

Pada zaman Ishak Manggabarani, persekutuan [[Wajo]] dengan [[Bone]] membuat keterlibatan Wajo secara tidak langsung pada Rumpa'na Bone. Saat itu Belanda melancarkan [[politik pasifikasi]] untuk memaksa semua kerajaan di [[Sulawesi Selatan]] tunduk secara totalitas. Kekalahan Bone melawan Kompeni juga harus ditanggung oleh [[Wajo]] sehingga [[Wajo]] harus membayar denda perang pada Kompeni dan menandatangani Korte Veklaring sebagai pembaruan dari Large Veklaring.

[[Wajo]] dibawah Republik Indonesia Serikat, atau tepatnya Negara Indonesia Timur, berbentuk swapraja pada tahun 1945-1949. Setelah Konferensi Meja Bundar, Wajo bersama swapraja lain akhirnya menjadi kabupaten pada tahun 1957. Antara tahun 1950-1957 pemerintahan tidak berjalan secara maksimal disebabkan gejolak pemberontahan DI/TII. Setelah 1957, pemimpin di Wajo adalah seorang Bupati. Wajo yang dulunya kerajaan, kemudian menjadi Onderafdeling, selanjutnya Swapraja, dan akhirnya menjadi kabupaten.
Struktur Kerajaan Wajo


Masa Batara Wajo

- Batara Wajo --> Penguasa tertinggi (1 orang)

- Paddanreng --> Penguasa wilayah, terdiri dari Bettempola untuk Majauleng, Talotenreng untuk Sabbamparu dan Tuwa untuk Takkalalla (3 orang)

- Arung Mabbicara --> Aparat pemerintah (12) orang

Masa Arung Matoa

- Arung Matoa --> Penguasa tertinggi (1 orang)

- Paddanreng --> Penguasa wilayah (3 orang)

- Pabbate Lompo --> Panglima perang, terdiri dari Pilla, Patola dan Cakkuridi (3 orang)

- Arung Mabbicara --> Aparat pemerintah (30 orang)

- Suro --> Utusan (3 orang)

Kelima jabatan diatas disebut sebagai Arung PatappuloE, penguasa 40.

Jabatan lain yang tidak masuk Arung PatappuloE

- Arung Bettempola --> biasanya dirangkap Paddanreng Bettempola. Bertugas sebagai ibu orang Wajo. Mengangkat dan menurunkan Arung Matoa berdasar kesepakatan orang Wajo. Pada masa Batara Wajo, tugas ini dijabat oleh Arung Penrang

- Punggawa --> Panglima perang wilayah, bertugas mengantar Arung lili ke pejabat Arung PatappuloE



- Petta MancijiE --> Staf keprotokuleran istana
Penguasa Kerajaan Wajo
No     Penguasa     Mulai
Menjabat     Akhir
Jabatan
Batara Wajo
1     La Tenribali        
2     La Mataesso        
3     La Pateddungi to samallangi        
Arung Matowa
1     La Palewo to Palippu     1474     1481
2     La Obbi Settiriware     1481     1486
3     La Tenriumpu to Langi     1486     1491
4     La Palewo to Palippu     1491     1521
5     La Tenri Pakado To Nampe     1524     1535
6     La Temmassonge     1535     1538
7     La Warani To Temmagiang     1538     1547
8     La Malagenni     1547     1547
9     La Mappapuli To Appamadeng     1547     1564
10     La Pakoko To Pa’bele’     1564     1567
11     La Mungkace To Uddamang     1567     1607
12     La Sangkuru Patau Mulajaji Arung Peneki Sultan Abdurahman     1607     1610
13     La Mappepulu To Appamole     1610     1616
14     La Samalewa To Appakiung     1616     1621
15     La Pakallongi To Alinrungi     1621     1626
16     To Mappassaungnge     1627     1628
17     La Pakallongi To Alinrungi     1628     1636
18     La Tenrilai To Uddamang     1636     1639
19     La Isigajang To Bunne     1639     1643
20     La Makkaraka To Patemmui     1643     1648
21     La Temmasonge     1648     1651
22     La Paramma To Rewo     1651     1658
23     La Tenri Lai To Sengngeng     1658     1670
24     La Palili To Malu’     1670     1679
25     La Pariusi Daeng Manyampa     1679     1699
26     La Tenri Sessu To Timo E     1699     1702
27     La Mattone’     1702     1703
28     La Galigo To Sunnia     1703     1712
29     La Tenri Werung Arung Peneki     1712     1715
30     La Salewangeng To Tenriruwa Arung Sengkang     1715     1736
31     La Maddukkelleng Daeng Simpuang Arung Peneki Arung Sengkang     1736     1754
32     La Mad’danaca     1754     1755
33     La Passaung     1758     1761



34     La Mappajung Puanna Salowo Ranreng Tuwa     1761     1767
35     La Malliungeng     1767     1770
36     La Mallalengeng     1795     1817
37     La Manang     1821     1825
38     La Pa’dengngeng     1839     1845
39     La Pawellangi Pajumpero'e     1854     1859
40     La Cincing Akil Ali Datu Pammana Pilla Wajo     1859     1885
41     La Koro Arung Padali     1885     1891
42     La Passamula Datu Lompulle Ranreng Talotenreng     1892     1897
43     Ishak Manggabarani Krg Mangeppe     1900     1916
44     Andi Oddangpero Datu Larompong Arung Peneki     1926     1933
45     Andi Mangkona Datu Mario     1933     1949
46     Andi Sumangerukka Datu Pattojo Patola Wajo     1949     1949
47     Andi Ninnong Datu Tempe Ranreng Tuwa Wajo     1949     1950
48     Andi Pallawarukka Datu Pammana Eks Pilla Wajo     1950     1952
49     Andi Macca Amirullah Eks Sullewatang Ugi     1952     1954
50     Andi Pallawarukka Datu Pammana Eks Pilla Wajo     1954     1957

Tidak ada komentar: